Pesan Pangeran Antasari : " Lamun tanah banyu kita kahada handak dilincai urang .... Jangan bacakut papadaan kita "
(Kalau tidak ingin tanah air kita diobrak - abrik orang .... Jangan bertengkar, apalagi berantam sesama kita)

BARABAI TEMPO DULU



BARABAI TEMPO DULU   

Kota Barabai tahun 1920 - 1921

Di jaman Kolonial Hindia Belanda BARABAI merupakan sebuah “Onderafdeeling”yaitu suatu wilayah administratif yang pemerintahan tertingginya dipegang oleh seorang “controleur” (bupati dari bangsa Belanda).

Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178 “onderafdeeling Barabai” bernama“Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas” yang termasuk kedalam wilayah “Afdeeling Kandangan”.

Dahulu kota Barabai sangatlah kecil, minim sarana dan prasarana publik, jalanan sangat sedikit tanpa penerangan dan lebarnya hanya 2 meter hingga 4 meter sedangkan jembatan kebanyakan terbuat dari kayu.

Hal ini dapat kita lihat pada peta yang dibuat pada tahun antara 1920-1921 yang dipublikasikan oleh “Koninglijk Instituut voor taal, land en volkenkunde” Leiden Belanda pada tahun 1924. 

Keterangan : 
Verharde weg = jalan beraspal        niet verharde weg = jalan tidak beraspal
_____________________________


Ada 3 buah gerobak sapi sedang melintas di jalanan, terlihat sang sais (tukang gerobak) juga ikut berjalan mengikuti langkah sapinya, mereka tidak berani naik ke gerobaknya, lantaran pada jaman kolonial Belanda ada peraturan yang melarang hal tersebut bagi siapa yang melanggar akan mendapat hukuman dan denda.


Foto ini dijepret pada sekitar tahun 1937 dengan mengambil lokasi di jalan "Karel van der Heijden Weg", tepatnya di depan jalan Lorong Said Alwi oleh seorang ilmuwan Jerman yang bernama K. HELBIG ketika melakukan perjalanan di kota Barabai.
Setelah kemerdekaan jalan Karel van der Heijden Weg diganti nama menjadi jalan Dharma, puluhan tahun berikutnya di ganti lagi menjadi jalan Brigjen H. Hasan Basri, hingga sekarang.
  ____________________

“Bioscoop” (bioskop) “Juliana theater” di tahun 1926.
Selain bioskop ini, Barabai masih mempunyai satu lagi bioskop yang bernama INDRAH (mohon koreksinya kalau salah dalam penulisan kata "INDRAH"), menurut sumber lain bernama WILHELMINA, yang terletak di jalan "Prinsen Adriaan Weg", namun orang Barabai dikala itu lebih mudah menyebutnya dengan sebutan jalan PRINSENDRAN. Dikemudian hari bioskop ini dirobohkan, sebagai gantinya, di bekas bioskop tersebut kemudian dibangun sebuah pasar dengan nama "Pasar Garuda" dan jalan Prinsen Adriaan Weg pun diganti menjadi jalan Garuda, beberapa tahun kemudian diganti lagi menjadi jalan Ir. P. M. NOOR seperti yang ada sekarang ini.

Tertulis tahun pembuatannya “ANNO 1925” yang berarti tahun 1925 

Tertulis di papan tulis : 

INI MALAM 18-6-1926

SPESIAL BESAR

"DJAGO dari ALASKA"
Foto ini dikudak (dijepret) pada hari Jum’at tanggal 18 Juni 1926 
________________________

Kunjungan controleur Gerard Louwrens Tichelman ke Mesjid Soengai Boeloeh (Sungai Buluh) sekitar tahun 1927
  ___________________

Jembatan Birayang ambruk akibat diterjang material hutan (“raba” dalam bahasa Banjar) yang hunyut saat terjadi banjir besar di Birayang sekitar tahun 1927. Hal ini membuat daerah diseberang Birayang terisolasi sehingga mengganggu roda perekomonian, untuk mengatasinya maka dibangunlah jembatan darurat.
Pembangunan jembatan darurat Birayang



Birayang di zaman Kolonial Belanda sekitar tahun 1930
Dijepret dari (sekarang) sekitar lampu kuning mengarah ke jembatan (pasar)


Pasar Birayang sekitar tahun 1937
______________
 

Sebuah "waterput" (sumur) di salah satu sudut alun-alun di depan rumah controleur tahun 1927
  ________________

Komunitas sepeda Ontel Barabai
Lokasi : Samping rumah bupati

Foto ini dijepret sekitar tahun 1950an yang berlokasi di jalan Pasar Dua

Artikel Terkait :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar