DIMANAKAH TITIK NOL (KM 0) KOTA BARABAI ?
Begitulah kira-kira bunyi sebuah pertanyaan yang terlontar dari mulut seseorang dalam sebuah obrolan ringan di salah satu warung di kota Barabai. Mendengar pertanyaan tersebut, beberapa orang yang terlibat dalam obrolan itu langsung menjawab dengan jawaban yang beragam. Ada yang menjawab "lapangan Dwi Warna", dengan alasan bahwa lapangan tersebut adalah alun-alun kota. Sementara seorang lagi menjawab : "Pasar Lama" (Pasar Murakata-red), orang itu beralasan bahwa pasar merupakan pusat kota. Ada juga yang menjawab "Tugu Keris", "Bioskop Juwita" dan lain-lainnya.
Teringat akan obrolan orang-orang di warung tadi, saya jadi penasaran dan tertarik ingin mengetahui dimana sebenarnya titik nol tersebut berada ? Maka sayapun bertanya kepada beberapa warga sekitar tentang hal tersebut, tapi jawaban mereka bermacam-macam dan kurang memuaskan. Kemudian saya mencoba mencari informasi lewat internet, ternyata hasilnya juga nihil, hingga akhirnya saya memutuskan untuk mencarinya sendiri. Lalu sayapun berkeliling kota untuk mencari titik nol tersebut. Dan lagi-lagi saya gagal menemukannya, namun dalam pencarian itu saya menemukan setidaknya ada dua buah 'TITIK SATU' (KM 1) kota Barabai, yaitu satu titik terletak di jalan Ir. P. Muhammad Noor sekitar simpang tiga Telaga Air Mata dan satu titik lagi terletak di jalan Pangeran Antasari.
Dari hasil penemuan 'TITIK SATU' ini, saya berinisiatif untuk melakukan pengukuran. Lantas saya pilih 'TITIK SATU' yang berada jalan Ir. P. Muhammad Noor sekitar simpang tiga Telaga Air Mata sebagai landasan awal pengukuran, lantaran titik ini paling tua bila dibanding dengan titik yang lain karena sudah ada sejak jaman kolonial Belanda.
Beranjak dari titik ini, namun bergeser sedikit, tepatnya dipertemuan antara jalan Ir. P. Muhammad Noor dan jalan Brigjen. H. Hasan Basri saya mulai pengukuran dengan menggunakan meteran buatan Jepang yang saya beli dengan harga lebih dari 15 juta Rupiah ALIAS sepeda motor yang ada speedometernya.
Mulanya saya mau mengukur jalan Brigjen. H. Hasan Basri yang di jaman Belanda bernama Karel van der Heijden weg, karena saya yakin titik nol tersebut berada di jalan ini, lantaran jalan ini dahulu merupakan jalan utama dan satu-satunya yang menghubungkan kota Barabai dengan kota lainnya di Kalimantan di kala itu. Hal ini berdasarkan peta kota Barabai yang dibuat Belanda pada tahun 1920-1921 seperti di bawah ini :
Sumber foto : www.kitlv.nl |
Namun karena terkendala rambu lalu lintas di sekitar lapangan Dwi Warna yang melarang kendaraan melintas dari arah selatan, lantaran jalan satu arah, akhirnya saya mulai dari jalan Ir. P. Muhammad Noor (dahulu bernama Prinsen Adriaan Weg, tapi orang Barabai dikala itu lebih mudah menyebutnya dengan sebutan jalan PRINSENDRAN), di jalan ini saya pacu sepeda motor menuju kawasan kota, setelah speedometer menunjukkan angka kelebihan satu kilometer dari angka sebelumnya, saya berhenti, ternyata saya berhenti di pertigaan antara jalan Bhakti (dahulu bernama Controleur weg) dan jalan Ir. P. Muhammad Noor. Untuk lebih menguatkan hasil pengukuran, saya juga menggunakan jasa "Google Map", berikut hasilnya :
Jalan berwana biru merupakan jalur pengukuran |
Kemudian saya mengukur dari jalan sebelahnya yaitu jalan Brigjen. H.Hasan Basri, di jalan ini saya start dari pertemuan antara jalan Brigjen. H.Hasan Basri dan jalan Bhakti, menuju luar kota dan setelah menempuh jarak sejauh 1 kilometer saya berhenti tepat di simpang tiga Telaga Air Mata.
Jalan berwana biru merupakan jalur pengukuran |
Singkat cerita, dari hasil pengukuran ini saya berkesimpulan bahwa "TITIK NOL" kota Barabai berada di sekitaran perempatan jalan Brigjen. H.Hasan Basri, jalan Bhakti dan jembatan samping kantor DPRD tingkat II kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Hal ini diperkuat dengan beberapa referensi online yang pernah saya baca, yang mengatakan bahwa : "pada umumnya titik nol dikebanyakan kota berada di sekitar kantor pos pusat kota".
Dahulu, di jaman kolonial Belanda kantor pos kota Barabai terletak di jalan Controleur (kini bernama jalan Bhakti), tepatnya disekitar kantor BAPPEDA sekarang.
Namun akhirnya terlepas dari semua yang di atas tadi, menurut saya yang paling berhak menentukan titik nol kota Barabai adalah pemerintah daerah kabupaten Hulu Sungai Tengah.
HULPPOSTKANTOOR (KANTOR POS) BARABAI SEKITAR TAHUN 1927 |
Oh ... ya, saya hampir lupa, adapun fungsi utama "TITIK NOL" adalah sebagai landasan awal dimulainya penghitungan jarak dari satu kota ke kota lainnya atau dari distrik ke distrik.
Tugu "TITIK NOL" (KM 0) kota Banjarmasin. Dari titik ini ke titik nol kota Barabai berjarak 165 KM. Sumber foto : http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banjarmasin |
Akhir kata, mungkin pengukuran saya ini tidak akurat lantaran menggunakan alat yang tidak semestinya atau bahkan berbeda dengan pihak lain, mohon dimaklumi. Karena tujuan saya melakukan ini semua tidak lain adalah untuk menjawab rasa penasaran saya dan juga untuk menambah atau memperkaya khazanah kota Barabai yang tercinta ini.
Hanyar tahu jua dangdanakai nh titik nol kota barabai,, kawakah umpat bapasan nh, minta cariakan informasi tntng ponpes2 besar yg ad d barabai, trus jua artikel Masjlis dzikir nurul muhibbin sejk kpn berdirinya, ampun maaf bnr dl nh lwn tarima kasih
BalasHapusSekilas info tentang MAJLIS NURUL MUHIBBIN BARABAI.
HapusSelahu saya, majlis dzikir Nurul Muhibbin dimulai dari didirikannya cabang thariqat Alawiyyah (Alawiyyin) di Barabai oleh murabbi mursyid Habib ZIEN AL -AIDARUS dari Surabaya pada tahun 1994, bertempat di pondok pesantren AR-RAHMAN Kitun, tepatnya di rumah bapak pengasuh KH. M. Bakhit bin KH. Ahmad Mugnie. Pada waktu pertama dibuka jemaahnya hanya sebanyak 40 orang, salah satunya adalah Habib Hamid bin AbdurrahmanAL-HABSYI, beliau masih aktif hingga kini.
Sebenarnya Habib ZIEN AL -AIDARUS pada kala itu tidak hanya membuka thariqat Alawiyyah (Alawiyyin) di Barabai saja, tetapi juga di Banjarmasin dan Nagara HSS, namun di dua tempat terakhir ini thariqat tersebut kurang berkembang. Menurut cerita, ini lantaran mereka meminta atau memohon supaya dijadikan khalifah, sedangkan KH. M. Bakhit ditunjuk dan dipilih langsung untuk menjadi khalifah oleh Habib ZIEN AL -AIDARUS. Meski demikian, ustadz Bakhit tidak serta merta menerimanya tapi beliau mengusulkan supaya mandat tersebut diberikan kepada kemenakan beliau yang bernama KH. YAHYA (sudah almarhum)bin KH. M. SHALEH, namun Habib ZIEN AL -AIDARUS tidak mau dan tetap mendesak ustadz Bakhit untuk menerimanya, akhirnya beliau menyerah dan mau menerimanya.
Mohon koleksinya kalau keterangan saya ini salah ... !!! wassalam
keterangan :
Pondok pesantren NURUL MUHIBBIN adalah hasil dari pelaburan dua pesantren yang bernama AR-RAHMAN dan RAHMATUL UMMAH.