ASAL-USUL NAMA KAMPUNG
"RABA" tersangkut di bekas tiang jembatan Masjid Shulaha Barabai (25 September 2014) |
"RABA" begitu biasanya warga setempat menyebutnya, adalah tumpukan material hutan (biasanya) bercampur dengan sampah yang hanyut terbawa oleh arus di sungai.
Jika kondisi air di sungai Barabai dalam keadaan normal (tidak pasang dan tidak surut), hampir setiap hari kita dapat melihat raba yang hanyut, lebih-lebih lagi kalau debet air sungai Barabai meningkat, maka akan bertambah pula kuantitas dan volume raba tersebut.
Pada tanggal 13 Juni 2013, permukaan sungai Barabai pernah tertutup raba sepanjang kurang-lebih 300 meter, sehingga airnya tidak tampak terlihat.
Permukaan sungai Barabai yang tertutup "RABA" (13 Juni 2013) |
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat setempat yang dituturkan secara turun temurun, dari "RABA" inilah nama Barabai diambil.
Konon katanya, pada zaman dahulu, setiap orang yang datang dari sungai, apabila ditanya dengan sebuah pertanyaan : " di batang tadi, ba raba lah ? " (apakah di sungai ada rabanya ?), maka yang ditanya pasti akan menjawab : "BA RABA AI" (ya, ada rabanya).
Nah ... dari kata "BA RABA AI" inilah kemudian menjadi "BARABAI".
----------------------------------------------------------------
Patung DIANG INGSUN ibundanya RADEN PANGANTIN di komplek objek wisata PAGAT kecamatan Batu Benawa kabupaten Hulu Sungai Tengah KALSEL. |
Alor cerita rakyat ini hampir sama dengan cerita MALIN KUNDANG yang ada Sumatra Barat.
Konon katanya, dari cerita rakyat ini terciptalah beberapa buah nama kampung atau desa di kabupaten Hulu Sungai Tengah, yaitu :
1. BATALI, tempat RADEN PANGANTIN menambatkan kapalnya.
2. MURUNG A di kecamatan Batu Benawa, tempat DIANG INGSUN mengenang dan merindukan anaknya yang telah lama merantau namun belum pernah kembali.
3. PAGAT, tempat terbelahnya kapal RADEN PANGANTIN lantaran mendapat kutukan dari ibunya.
4. HALIAU, tempat DIANG INGSUN memanggil anaknya namun tidak dihiraukan.
5. WAKI (berasal dari kata MAKI), tempat RADEN PANGANTIN mencaci-maki ibunya.
6. HANTAKAN, tempat RADEN PANGANTIN menghentakkan kakinya untuk mengusir ibunya.
7. MURUNG B di kecamatan Hantakan, tempat DIANG INGSUN meratapi nasibnya dan menyesali perbuatannya yang telah mengutuk anaknya.
WALLAAHU A'LAM !!! ...
-----------------------------------------------
Bundaran di kawasan Telaga Air Mata Barabai |
Mengapa kawasan ini dinamakan Telaga Air Mata ?
Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda kawasan Telaga Air Mata merupakan batas atau pinggiran kota Barabai, karena jaraknya yang dekat dengan pusat kota (sekitar 1 kilometer), sehingga di kala itu kawasan ini sangat ideal untuk dijadikan sebagai tempat pelepasan antara keluarga, sahabat atau teman yang akan bepergian jauh, atau sebaliknya sebagai tempat penyambutan yang pulang dari jauh, terutama bagi yang akan berangkat dan pulang haji.
Menurut cerita orang-orang tua kita, dahulu, sejak zaman Belanda hingga tahun 1960an, apabila ada orang kota Barabai yang akan menunaikan ibadah haji, maka mobil yang akan mengantarkan mereka ke Banjarmasin menunggu di kawasan Telaga Air Mata, sehingga calon haji dan rombongan yang akan melepaskan kepergiannya berjalan kaki menuju kawasan tersebut. Ketika calon haji akan menaiki mobil, di saat itulah hujan air mata kesedihan lantaran berpisah dengan orang yang dicintai tidak bisa dibendung lagi. Demikian pula ketika mereka datang dari berhaji, tempat ini dijadikan sebagai lokasi penyambutan atau dalam bahasa Barabai-nya "PANYAMPUKAN", lagi-lagi tangisan kebahagiaan tidak bisa dihindarkan.
Karena banyaknya tangisan itulah maka kawasan ini dinamai "TELAGA AIR MATA".
----------------------------------------------------------------
Semoga informasi ini bermanfaat ... Amiin ... !!!
Apakah jepang sempat menjajah kota barabai ?
BalasHapusSeperti halnya daerah lain di Indonesia, Barabai juga tidak luput dari jajahan Jepang.
HapusMenurut cerita almarhum paninianku, masa penjajahan Jepang adalah masa yang paling sulit dan paling getir yang pernah ia rasakan selama hidup. Bagaimana tidak, di masa itu sandang dan pangan serta obat-obatan sulit didapat. Untuk membeli garam saja hampir tidak bisa karena susahnya mencari uang. Sampai-sampai kelambu, beliau buat dari lembaran-lembaran kertas yang disambung dengan bilah lidi. Bahkan ada tetangga beliau yang membikin pakaian dari karung goni.
Semoga masa seperti ini tdak pernah lagi menimpa negeri ini ... amiin !!!
Masih menurut cerita almarhum paninianku, pada zaman penjajahan Jepang, orang-orang malas untuk beraktivitas di luar rumah lantaran takut (kalu kapuhunan) ditangkap oleh serdadu Jepang untuk dijadikan pekerja paksa. Di masa ini hampir tidak ada pembangunan di kota Barabai, kalau ada pembangunan, pastilah untuk kepentingan dan kemudahan militer Jepang.