Pesan Pangeran Antasari : " Lamun tanah banyu kita kahada handak dilincai urang .... Jangan bacakut papadaan kita "
(Kalau tidak ingin tanah air kita diobrak - abrik orang .... Jangan bertengkar, apalagi berantam sesama kita)

EDISI MERATUS

"MAMANDUK"

Bagi masyarakat Dayak yang tinggal di pegunungan Meratus, bertani ladang atau "MANUGAL" -menurut bahasa setempat- merupakan pekerjaan utama untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Manugal bukanlah bertani di lahan berair seperti sawah, rawa atau lahan gambut, melainkan bertani di tanah kering seperti layaknya orang berladang atau berkebun. Pekerjaan ini sudah mereka lakoni turun temurun sejak dari nenek moyang mereka hingga sekarang.
Lahan yang sudah selesai dibakar, tinggal menunggu hujan untuk ditanami.
Lokasi : dusun Tamburasak desa Haruyan Dayak kecamatan Hantakan HST.




Dalam "manugal" ada beberapa tahapan yang mesti dilakukan, salah satunya adalah "MAMANDUK" yang berarti "MEMBAKAR". Orang Dayak Meratus memiliki tata cara tersendiri dalam mamanduk dan tata cara ini wajib mereka patuhi.

Setelah menentukan lokasi  mana yang akan dijadikan lahan untuk manugal, prosesi mamanduk pun dimulai dari membersihkan lahan dari rumput dan semak belukar, menebang pohon, hingga membuat jarak pembatas dengan hutan atau kebun di sebelahnya, hal ini penting untuk menjaga api agar tidak membumbung tinggi dan tidak menjalar ke tempat lain.
Pembakaran tahap awal.
Lokasi : dusun Impun desa Haruyan Dayak Hantakan






"Julak Aban" memantau dan menjaga api selama pembakaran.

Kemudian limbah dari hasil membersihkan lahan tadi dibiarkan mengering secara alami, ini bisa memakan waktu 30 sampai 40 hari lamanya, tujuannya agar proses pembakaran nanti berjalan cepat dengan hasil yang sempurna. Selain itu, untuk meminimalisir asap hasil pembakaran agar tidak terlalu banyak. Menurut Julak Aban, seorang petani asal dusun Aruhuyan kecamatan Hantakan : "kalau dibakar ketika masih hijau atau segar, pasti apinya akan lambat menyala dan asapnya akan sangat banyak dan pekat".
Lahan yang telah mengalami pembakaran tahap awal, masih tersisa kayu-kayu besar.


Seorang petani asal desa Kundan Haruyan Dayak sedang bekerja mengumpulkan kayu-kayu besar sisa pembakaran awal untuk dibakar kembali.



Anak dan istri juga ikut membantu dalam prosesi "mamanduk".

Setelah masa pengeringan selesai, baru dibakar. Selama prosesi pembakaran berlangsung, api akan terus dipantau dan dijaga. Pembakaran bisa dilakukan beberapa kali, karena biasanya pada pembakaran awal masih tersisa batang pohon yang besar, selanjutnya sisa batang pohon yang belum habis terbakar tadi akan dipungut dan diletakkan di satu tempat untuk dibakar kembali hingga menjadi abu yang seterusnya akan dijadikan sebagai pupuk organik.
Sisa pembakaran tahap awal siap untuk dibakar kembali.



Pembakaran tahap kedua.

Lihatlah betapa cerdasnya mereka dalam mengelola alam. Inilah kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyarakat Dayak di pegunungan Meratus hingga kini dan akan terus mereka ajarkan kepada generasi mereka berikutnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar