Pesan Pangeran Antasari : " Lamun tanah banyu kita kahada handak dilincai urang .... Jangan bacakut papadaan kita "
(Kalau tidak ingin tanah air kita diobrak - abrik orang .... Jangan bertengkar, apalagi berantam sesama kita)

Lapangan Dwi Warna Barabai

Lapangan DWI WARNA Barabai.

Disaat kolonial Belanda berkuasa lapangan ini menjadi home base klub sepak bola BARABAISCHE VOETBAL BOND (Gabungan Sepak bola Barabai). Setelah kemerdekaan, Barabaische Voetbal Bond dirubah menjadi GASIB, kependekan dari GAbungan Sepak bola Indonesia Barabai. GASIB juga menjadikan lapangan ini sebagai home base-nya hingga stadion Murakata selesai dibangun.

Dahulu, sebelum kawasan ini dijadikan alun-alun kota dan lapangan sepak bola, di masa Perang Banjar, kawasan ini sebagiannya merupakan halaman Fort de Barabai (Benteng Barabai) yang dipakai salah satunya untuk mengeksekusi tawanan perang oleh kolonial Belanda, dengan cara digantung atau dipenggal leher.
***

Lapangan Dwi Warna adalah momok bagi kesebelasan lawan. Kesebelasan yang selevel dengan GASIB kalau bermain di lapangan ini sangat sulit untuk menang dan hampir dipastikan takluk, draw saja jarang.
Menurut cerita, di lapangan ini pernah bermain legendaris sepak bola Indonesia "Ramang" dengan klubnya PSM Makassar. Dalam pertandingan persahabatan itu, Gasib kalah dari PSM Makassar (skornya saya lupa). Cerita ini dituturkan oleh pemain belakang GASIB almarhum Acil Sapri yang ikut bertanding kala itu.

Serba-serbi saat pertandingan sepak bola di lapangan Dwi Warna.

1. Sejak masa kolonial Belanda hingga akhir dekade 1970, ketika ada pertandingan resmi sepak bola, sebelum pertandingan dimulai diadakan live musik tanjidor di "muziektent" (panggung musik) yang berada di taman bunga yang posisinya menghadap ke lapangan Dwi Warna. Muziektent tersebut oleh orang Barabai biasa disebut "kupal", berasal dari bahasa Balanda "koepel" yang berarti kubah. Ini lantaran bentuknya seperti kubah persegi enam.

Ketika terjadi gol, live musik kembali dimainkan, kali ini dengan ritme gegap gempita untuk memberi semangat kepada para pemain.

Setelah "kupal" dirobohkan dan diganti dengan gedung MTQ, live musik ditiadakan. Sebagai gantinya, diputarkan lagu "Halo-halo Bandung" lewat pengeras suara Toa ketika terjadi gol.

2. Penonton berdiri tepat di garis lapangan. Hal ini membuat pemain sayap lawan enggan menepi lapangan untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan. Pemain lawan sering diganggu konsentrasinya dan diolok-olok penonton, salah satunya dikatai "sudah kada harat main, kaus batis tinggi sabalah ha pulang".

3. Ketika pemain GASIB sulit membobol gawang lawan, maka ada yang teriak "kamihi gawangnya", maka disuruhlah anak-anak mengencinginya.
Demikian pula ketika pemain lawan tertangkap off side, ada yang teriak "bawa kalambu".

4. Lantaran terlalu keras tendangan pemain, sering kali bola jauh melenceng ke luar lapangan, hal itu membuat penonton teriak "jangan diambilakan balnya" dan terkadang bolanya tidak kembali lagi ke lapangan alias hilang.

1 komentar: