Pesan Pangeran Antasari : " Lamun tanah banyu kita kahada handak dilincai urang .... Jangan bacakut papadaan kita "
(Kalau tidak ingin tanah air kita diobrak - abrik orang .... Jangan bertengkar, apalagi berantam sesama kita)

Trambedrijf in de Hoeloe Soengai

Trambedrijf in de Hoeloe Soengai
(Perusahaan Kereta Api di Hulu Sungai)

Dulu, pada tahun 1925 pernah ada pembicaraan tentang perencanaan pembangunan perkereta-apian di Hulu Sungai yang akan menghubungkan kota Barabai dengan kota Kandangan, Rantau, Paringin, Amuntai, Tanjung dan beberapa ibukota distrik seperti Birayang, Pantai Hambawang dan lain-lain yang ada di Afdeeling Hoeloe Soengai. Untuk mewujudkan rencana tersebut, pemerintah setempat menggandeng sebuah perusahaan kereta api yang terkanal di Semarang untuk bekerja sama. Setelah ada kesepakatan antara kedua belah pihak, dalam hal ini pemerintah dan perusahaan, maka dilanjutkan survei ke lapangan.

Salah satu tujuan survei lapangan adalah untuk memperhitungkan untung rugi perusahaan. Ternyata setelah melakukan kajian secara mendalam, hasilnya adalah :
1. Kontur tanah yang akan dipasangi konstruksi rel kereta api kebanyakan lahan basah dan berair. Ini akan membuat biaya pemasangan konstruksi membumbung tinggi. Demikian juga biaya pemeliharaannya nanti.

2. Adanya persaingan ketat dengan moda transportasi lain seperti mobil dan perahu. Ini membuat pesimis pihak perusahaan akan keuntungan yang bakal diperoleh nanti.

Namun rute yang akan dipasangi rel kereta api ini tidak memperhitungkan ladang batubara yang berada di sungai Miolang Batu Tangga, sekitar 15 km dari Birayang. Hal ini dikarenakan pemerintah dan penduduk setempat (kala itu) tidak tertarik untuk mengekspoitasi batu bara. Mereka lebih memilih perkebunan karet yang ramah lingkungan.

#SaveMeratus

Lantaran faktor-faktor di atas tadi, membuat pembangunan perkereta-apian di Hulu Sungai gagal terlaksana.

Dr. W. K. H. Feuilletau de Bruyn menulis :
"Alleen door aan het tramwegbedrijf een mijnexploitatie te koppelen zal de exploitatie van een tramlijn in de toekomst in de Hoeloe Soengai loonend kunnen worden gemaakt".
(Hanya dengan mengaitkan operasi tambang batubara dengan perusahaan kereta api, maka pengoperasian jalur kereta api di Hulu Sungai dapat menghasilkan keuntungan di masa depan).


Ada sebuah rel membentang di atas sebuah jalan utama
(Karel van der Heijden Weg) di kota Barabai.
Ini bukan lintasan kereta api, melainkan lintasan lori untuk mengangkut karet dari gudang karet munuju dermaga sungai Barabai
yang berada di samping Toko Toedjoeh dan sebaliknya.
Foto sekitar tahun 1933.
Namun jauh sebelum perencanaan kereta api di Hulu Sungai, belasan tahun sebelumnya, pemerintah Hindia Belanda telah berhasil membangun lintasan kereta api di Kalimantan Tenggara (sekarang kabupaten Pulau Laut dan Tanah Bumbu) untuk keperluan pengangkutan batubara. 
Lintasan kereta api ini berada di Pulau Laut Kotabaru, menghubungkan antara tambang batubara milik pemerintah di Sembelimbingan dengan dermaga batubara di pesisir selat melewati perkampungan Stagen.


Stasiun bongkar muat batubara di Pulau Laut Kotabaru (tahun 1920).








Orang-orang Eropa berpose di lintasan kereta api
antara Sebelimbingan dan Stagen Kotabaru.
Dari kiri ke kanan : Fournier, Stopher, Gange, Graham, Allinson dan van Nouhuys.




Rute lintasan kereta api di Pulau Laut Kotabaru Kalimantan Selatan.
Sembelimbingan - Stagen - Dermaga Batubara



Sumber referensi :
Catatan seorang jurnalis Belanda Dr. W. K. H. Feuilletau de Bruynberjudul Bijdrage tot dekennis van de Afdeeling Hoeloe Soengai (Zuider en ooster afdeeling van Borneo).

Sumber Foto :
Koleksi Digital Universitas Leiden Belanda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar