Pesan Pangeran Antasari : " Lamun tanah banyu kita kahada handak dilincai urang .... Jangan bacakut papadaan kita "
(Kalau tidak ingin tanah air kita diobrak - abrik orang .... Jangan bertengkar, apalagi berantam sesama kita)

SOCIETEIT BARABAI

SOCIETEIT "IN DEN KOUDEN HOEK" alias "SOCIETEIT BARABAI" 1928

Peta kota Barabai pada dekade tahun 1920an
Sebagaimana kota-kota besar di masa kolonial Belanda, seperti Jakarta memiliki "Societeit Harmonie", Surabaya punya " De Simpangsche Societeit" dan Banjarmasin dengan "Societeit De Kapel"- nya, kota kecil Barabai di masa itu juga memiliki societeit dengan nama "In Den Kouden Hoek" atau "Societeit Barabai".

Societeit adalah semacam klub yang biasa digunakan oleh orang-orang kolonial, pejabat daerah, pengusaha dan golongan tertentu sebagai tempat untuk bersosialita, berkumpul, bermain dan berpesta. Selain itu, societeit juga biasa digunakan untuk menjamu tamu kehormatan juga mitra kerja dan melakukan berbagai macam transaksi bisnis bagi para pengusaha.

Societeit "In Den Kouden Hoek" terletak di pojok taxistandplaats (terminal) di jalan Genesha, samping bioskop Juliana Theater Barabai. Satu sisinya menghadap terminal dan satu sisinya lagi menghadap pasar.
Gedung Societeit "In Den Kouden Hoek" di pojok terminal kota Barabai
Perlu diketahui, dahulu sebelum tahun 1928 batas pasar Barabai dimulai dari sisi kiri-kanan jalan Genesha, belakang bioskop Juliana sampai areal yang sekarang berdiri gedung Balai Rakjat, jalan Bhima, Pasar 3 hingga Pasar 2. Sedangkan Pasar 1 baru dibangun pada tahun 1933. Karenanya, jalan utama menuju ke pasar dari arah timur laut yang berada samping alun-alun atau lapangan Dwi Warna dinamai PASAR WEG (jalan Pasar), sekarang menjadi jalan PERWIRA.
Sisi tenggara pasar Barabai berada di jalan Karel van der Heijden (sekarang jalan Brigjen H. Hasan Basri), sementara sisi barat lautnya berada di jalan Prinsen Adrian (sekarang jalan Ir. Pangeran M. Noor).
Pada akhir tahun 1927 pasar yang berada di jalan Genesha (kecuali sebagian yang ada di belakang bioskop Juliana Theater) dibongkar dan dirubah menjadi taxistandplaats (terminal) kota.
-------
Meskipun bangunan Societeit "In Den Kouden Hoek" terbilang sangat sederhana, tidak semewah dan semegah societeit yang ada di kota-kota besar, namun keberadaannya sangatlah berarti bagi kaum menengah dan atas di kota Barabai yang haus akan hiburan.
Bentuk bangunannya persegi empat panjang, terbagi menjadi 4 bagian.

1. Ruang utama.
Ruangan ini dibiarkan terbuka tanpa dinding, kecuali di bagian yang berdempet dengan bioskop Juliana Theater. Pada bagian lantai diberi pagar setinggi 1 meteran dan pintu masuk. Di dalamnya terdapat bar, beberapa meja-kursi untuk bersantap dan panggung kecil untuk memainkan gitar, biola, terompet dan akordeon.
Di ruangan ini biasanya orang-orang kolonial dan golongan tertentu bergembira dan berpesta sembari bercanda, bernyanyi, berdansa hingga mabuk-mabukan.
Menurut cerita, pada akhir pekan dan hari libur, pengunjung societeit ini membeludak sehingga ajang bergembira dan pesta meluber sampai ke halaman societeit.

Di bagian muka atas ruang utama yang menghadap ke pasar ada plang bertuliskan "Societeit Barabai", dan di bagian yang menghadap ke terminal (jalan Genesha) plangnya bertuliskan "Societeit In Den Kouden Hoek" yang artinya "POJOK ADEM" diambil dari bahasa Frisia yang banyak dipakai di daerah pesisir utara Belanda.
Controleur G. L. Tichelman saat menjamu tamu kehormatan dari kekaisaran Jepang yang berkumjung ke kota Barabai pada tanggal 10 November 1928
2. Ruang tengah.
Ruangan ini dinding bagian mukanya berbentuk kisi-kisi kayu yang ada engselnya, sehingga bisa dibuka pada saat-saat diperlukan. Ini fungsinya sebagai ventilasi udara agar ruangan tidak terasa pengap. Sedangkan di dinding bagian belakang terdapat 2 buah jendela.
Di dalam ruangan ini juga disediakan beberapa meja makan dan meja untuk bermain kartu dan catur.

3. Ruang belakang.
Digunakan sebagai pantry (gudang penyimpanan makanan) dan dapur.

4. Ruang atas.
Diperuntukan sebagai kamar tidur bagi para pelayan dan penjaga societeit.

Sebenarnya societeit ini juga berfungsi sebagai restoran dan terbuka untuk umum, tapi sangat jarang sekali orang pribumi mau datang ke sini, kecuali dari kalangan pejabat pemerintah dan pengusaha. Ini mungkin lantaran makanan yang ditawarkan di sini tidak sesuai dengan lidah orang pribumi, karena menunya kebanyakan makanan eropa dengan harga mahal, juga karena bahasa yang digunakan di sini kebanyakan memakai bahasa Belanda. Namun di balik semua itu, ada satu hal yang pasti, societeit ini dicap oleh orang-orang pribumi sebagai tempat maksiat.

SEJARAH BERDIRINYA.

Dahulu sebelum societeit ini ada, di kota Barabai telah berdiri "Barabai Restaurant" yang merupakan tempat untuk nongkrong dan bersosialita orang-orang kolonial dan koleganya.
Restaurant ini terletak di antara 2 jalan, yaitu jalan Dwi Warna dan jalan Genesha. Posisinya menghadap ke alun-alun kota.
"Barabai Restaurant" sebelum dirobohkan di tahun 1927
Pada masa G. L. Tichelman menjabat sebagai controleur onderafdeeling Barabai (1926 sampai 1929) dilakukan penataan ulang kota. Salah satu lokasi yang terkena penataan adalah areal di mana "Barabai Restaurant" berdiri. Akibatnya, beberapa bulan sebelum berakhirnya tahun 1927 "Barabai Restaurant" pun dirobohkan. Kemudian lokasi bekas berdirinya restoran ini dijadikan taman kota dengan "muziektent" atau panggung musik di tengahnya.
Suasana kemeriahan saat peresmian Societeit "In Den Kouden Hoek"
Beberapa bulan pasca dirobohkannya "Barabai Restaurant", orang-orang kolonial  dan kroninya mulai merasa kesepian lantaran tidak punya wadah lagi untuk berkumpul dan berinteraksi, maka pada tahun 1928 dibangunlah societeit "In Den Kouden Hoek" di areal pojok terminal Barabai. Societeit ini dibuka secara resmi pada hari minggu tanggal 26 Agustus 1928 di kala berlangsungnya pekan perayaan ulang tahun ratu Belanda Wilhelmina oleh controleur G. L. Tichelman.

Sumber foto : www.kitlv.nl

1 komentar:

  1. Bagus Yanoor ai tulisan sejarah yang ikam tulis ni. Aku copyright lah kawan?

    BalasHapus