Pesan Pangeran Antasari : " Lamun tanah banyu kita kahada handak dilincai urang .... Jangan bacakut papadaan kita "
(Kalau tidak ingin tanah air kita diobrak - abrik orang .... Jangan bertengkar, apalagi berantam sesama kita)

EDISI MERATUS


Versi lain tentang asal usul nama agama KAHARINGAN.

Sekitar 3 bulan yang lalu, tepatnya pada bulan Juli 2016 aku menghadiri sebuah pesta adat Dayak Meratus "BAWANANG BANIH MUDAH" (pesta syukuran hasil panen) yang digelar di balai adat Anting-Anting kampung Papagaran desa Patikalain kecamatan Hantakan kabupaten Hulu Sungai Tengah KALSEL. 
Balian Tukau sedang melakukan ritual "BATANDIK" dan "BAMAMANG".
Pada saat jeda sebentar (smoking break/barukuan) dari batandik dan bamamang aku menyempatkan bertanya pada seorang Balian yang bernama Tukau tentang asal-usul nama agama KAHARINGAN yang mereka anut. 
Beliau pun menjelaskan bahwa yang benar adalah "KAHARINAN" bukan "KAHARINGAN". Kemudian beliau bercerita :
"Pada saat perang saudara di kerajaan Banjar (sebelumnya bernama Negara Daha.-red) berakhir dengan kemenangan dipihak Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam dan diangkat menjadi raja". 

Sebelum kulanjutkan cerita beliau, ada baiknya kusisipkan sedikit keterangan tentang perang saudara tersebut agar cerita ini lebih mudah dipahami.
Perang ini terjadi pada tahun 1526 antara Pangeran Samudera dengan Pangeran Tumenggung. 
Menyadari akan kekuatan lawan yang bakal dihadapi sangat tangguh, Pangeran Samudera minta bantuan ke kerajaan Islam Demak agar mau membantunya berperang. Kerajaan Demak bersedia membantu tapi sengan syarat bila menang nanti raja dan rakyatnya mau masuk agama Islam. Pangeran Samudera menyetujui syarat tersebut. Hingga akhirnya peperangan dimenangkannya. Pada tanggal 24 September 1526 Pengeran Samudera resmi memeluk agama Islam dan diangkat menjadi raja. Namanya pun diganti menjadi Pangeran Suriansyah.

Kembali pada cerita Balian Tukau.
Setelah Pengeran Samudera menjadi raja Banjar, maka raja pun mengultimatum kepada seluruh keluarga dan rakyatnya untuk memeluk agama Islam. Namun tidak semua rakyatnya mau menerima, ada juga sebagian rakyatnya yang menolak dan tetap pada kepercayaan yang sudah mereka anut, mereka yang menolak akhirnya lari dari pusat keramaian menuju ke pedalaman dan hutan, kemudian membentuk komunitas tersendiri.

Beberapa tahun kemudian, setelah situasi dirasa kondusif, orang-orang yang dulunya lari kepedalaman dan hutan mengutus beberapa orang dari mereka sebagai perwakilan untuk "MAHARIN" yaitu datang kepada raja dengan membawa beberapa HARIN untuk dipersembahkan. Tujuannya adalah meminta kepada raja agar mau mengakui mereka sebagai anak (maksudnya sebagai rakyat).
HARIN adalah suatu persembahan yang biasanya terdiri dari beras, buah kelapa, gula merah dan hasil hutan lainnya yang diletakkan dalam sebuah wadah besar terbuat dari anyaman.

Ringkas cerita, akhinya raja mau menerima dan mengakui mereka sebagai rakyat. Kemudian raja bertanya tentang agama yang mereka anut. Mereka menjawab : "kami masih berpegang pada kepercayaan leluhur". 
Mendengar jawaban mereka, raja pun bertitah : "kalau begitu aku namai kepercayaan kalian dengan nama KAHARINAN". 
Penamaan ini diambil dari kata HARIN yang mereka bawa untuk dipersembahkan". 

"Seiring dengan perjalanan waktu, nama KAHARINAN bergeser menjadi KAHARINGAN, ini mungkin karena orang salah dengar kemudian tersebar luas lewat mulut ke mulut atau bisa juga kata KAHARINGAN lebih mudah untuk diingat dan diucapkan" kata Balian Tukau mengakhiri ceritanya sambil bersiap-siap untuk melakukan tandik dan mamang kembali.

Cerita ini pernah juga kutanyakan pada Balian Duntin dari Balai Tamburasak kecamatan Hantakan, dan beliau juga membenarkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar